Rp. 250.000.00
Judul : Fiqih Perbandingan Lima Mazhab
Penulis : Muhammad Ibrahim Jannati
Penerbit : Cahaya
Cetakan : Pertama, Juli 2007
Jumlah : 3 Jilid (hard cover)
harga : 250rb
pesan di inbox atau
Telp :(021) 77884472
✆/✉ : 085324521168 [whatsapp]
BBM : 22A75C33
Website : www.tokobukuahlulbait.net
Menurut terminologi Al-Quran dan as-Sunnah, fiqih
adalah pengetahuan yang luas dan mendalam tentang perintah dan realitas
Islam. Namun, menurut terminologi ulama, kata fiqih perlahan menjadi
secara khusus diaplikasikan pada "pemahaman mendalam tentang
hukum-hukum Islam".
Dalam
beragama, seseorang bergantung pada tiga jenis pengetahuan: akidah,
fiqih, dan akhlak. Namun menurut Syahid Baqir Shadr, dalam kehidupan
beragama, 90 persen tercakup dalam pengetahuan fiqih. Dengan demikian,
seseorang lebih banyak bergantung pada pengetahuan praktis fiqih dalam
kehidupan sehari-hari.
Berbicara
tentang fiqih, sudah tentu berkaitan erat dengan persoalan bagaimana
merumuskan tema-tema hukum, yang dikenal dengan sebutan ijtihad. Dalam terminologi fiqih, ijtihad adalah upaya keras untuk melakukan deduksi dan
penetapan (istinbath)
hukum suatu objek melalui prosedur dan sumber-sumber yang sahih.
Pengertian ini secara tidak langsung menyatakan bahwa dalam berijtihad,
terdapat sederet persyaratan yang harus dipenuhi. Dengan kata lain,
tidak semua orang dapat serta merta berijtihad. Meskipun tidak
dimungkiri, telah muncul banyak mujtahid. Karenanya, demi mengenalkan
pelbagai pendapat mereka, beberapa ulama Islam menyusun buku fiqih
perbandingan.
Dalam literatur Arab, fiqih perbandingan dikenal dengan sebutan
al-Fiqh al-Muqâran. Bidang ini membahas aneka pendapat ahli fiqih tentang masalah-masalah fiqhiyah
dan mengungkapkan ragam hukum amaliah. Dalam bahasannya, ada yang
mencantumkan sebab perbedaan para ulama dalam menentukan hukum, seperti
buku Bidayah al-Mujtahid (Ibn Rusyd); ada yang tidak menelusuri sebab terjadinya perbedaan, seperti buku Fiqh 'Alâ Madzahib al-Arba'ah
(Abdurahman al-Jaziri); dan ada pula yang melakukan perbandingan
pendapat dari berbagai mazhab fiqih, untuk kemudian mengunggulkan
mazhab yang ia anut, seperti buku al-Hawi al-Kabir (al-Mawardi) .
Pada
dasarnya perbandingan fiqih hanyalah upaya untuk memperkaya informasi
fiqih dan mengatasi persoalan fanatisme mazhab. Setidaknya, dengan
perbandingan ini kita mengetahui bahwa pendapat lain juga memiliki
dalil-dalil yang bisa dipertanggungjawabk an. Bukan dengan tujuan untuk
memudahkan orang berpindah-pindah mazhab seenaknya atau memilih fatwa
yang mudah-mudah saja (tatabbu' ar-rukhash).
Gagasan
inilah yang kira-kira hendak disampaikan oleh penulis. Dengan
kepakarannya di bidang ilmu fiqih, penulis dengan apik memaparkan
sejarah munculnya mazhab-mazhab fiqih. Bahkan dalam menyampaikan
perbandingan, selain pendapat empat mazhab besar, penulis juga
menyinggung pendapat mazhab-mazhab lain yang kurang populer atau bahkan
telah ditinggalkan. Tampaknya, ini yang membedakan buku ini dengan
buku-buku sejenis.
Tak
hanya itu, dalam buku ini penulis juga memasukkan pendapat-pendapat
mazhab Ja'fari (Syiah). Tujuannya demi memperkenalkan mazhab ini
sebagai bagian dari khazanah Islam. Apalagi, kenyataannya mazhab
Ja'fari tidak jarang dirujuk oleh beberapa ulama terkemuka Ahlusunah.
Syaikh Mahmud Syaltut (Rektor Universitas al-Azhar Mesir), pada 6 Juli
1959 mengeluarkan fatwa, "Mazhab Ja'fari—yang dikenal dengan sebutan
Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah—adalah mazhab yang secara agama sah
untuk diikuti, sebagaimana mazhab-mazhab Sunni." Beliau juga
mengatakan, "Saya dan beberapa teman yang bekerja di Dar at-Taqrib
dan Universitas al-Azhar telah mendirikan kelompok yang bertugas untuk
meneliti hukum berbagai masalah individual yang berhubungan dengan isu
keluarga, dan kami cenderung memilih sebagian pendapat ulama Syiah
dibanding ulama Ahlusunah."
International
Islamic News Agency (salah satu lembaga di bawah OKI), pada 8 September
2001 juga memberitakan bahwa ketua Dewan Fatwa di al-Azhar, Syaikh Ali
Abul Hasan, mengatakan, "Perceraian tidak sah bila tidak menghadirkan
dua orang saksi." Beliau menyandarkan fatwanya pada pendapat mazhab
Syiah. Senada dengan itu, Syaikh Jamal Kutb mengatakan, "Sebaiknya
keluarga Muslim mengambil fatwa mazhab Syiah, karena Islam tidak hanya
Hanafi, Syafi'i, Maliki, dan Hanbali." Fatwa tersebut juga didukung
oleh Syaikh Yusuf al-Badri.
Selain
itu, tujuan lain penulis adalah terciptanya persatuan di kalangan umat
Islam meskipun berbeda mazhab. Persatuan di sini tentu bukan dalam
bentuk keseragaman metode ijtihad, penggabungan mazhab, atau
pembentukan mazhab baru. Karena, ini adalah hal yang nyaris mustahil.
Namun, yang dimaksud adalah persatuan sosial dan budaya. Persatuan
sosial adalah ketika umat Islam tidak sudi tunduk di hadapan penjajah
dan orang-orang lalim. Sementara, persatuan sosial—yang lazim disebut
pendekatan (taqrib)
antarmazhab—adalah berkumpulnya para ulama mazhab Islam dalam suasana
penuh keakraban dan jauh dari fanatisme mazhab, untuk membahas
masalah-masalah teoretis dalam ilmu-ilmu keislaman. Sehingga, mereka
bisa saling mengenal pandangan mazhab masing-masing, dan menghilangkan
kesalahpahaman yang sering dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam untuk
mencerai-beraikan Muslimin.