.

misteri wasiat Nabi

RP. 50.000/40.000

Produk
Judul : Misteri Wasiat Nabi
Penyusun : Dr. KH. Jalaluddin Rakhmat
 Harga. : 50.000 diskon jd 40.000
Pesan di 085324521168 ,www.tokobukuahlulbait.net

 Ketika menulis resensi ini, ingatan saya terbang pada pertanyaan teman di kuliah hadis. Saat itu sedang membahas biografi Abu Hurairah yang paling banyak meriwayatkan hadis. Dalam profesinya sebagai periwayat hadis, Abu Hurairah banyak dicela oleh sahabat besar lainnya seperti Khalifah ‘Umar dan Imam Ali. Lalu muncullah pertanyaan teman saya tadi, “Dengan kondisi Abu Hurairah yang memiliki problem, mengapa masih saja dipakai dalam rujukan hadis ?” Dosen menjawab “Kalau tidak diterima, maka hancurlah bangunan keislaman ini”. Apa yang dikatakan oleh dosen tadi tentu saja bukan main-main. Abu Hurairah merupakan orang yang meriwayatkan lebih dari 5300 hadis. Coba bandingkan dengan Siti Aisyah, istri Nabi yang meriwayatkan 2200 hadis. Imam Ali bin Abi Thalib, yang merupakan menantu, sahabat dan pintu ilmu nubuwah hanya meriwayatkan 500-an Hadis saja. Untuk mengamankan bangunan Islam itu, maka dibuatlah satu ide sakti bernama “keadilan Sahabat” inilah pagar pengaman agar bangunan Islam itu tidak runtuh. Syekh Utsaimin mengatakan, “Adapun kita dilarang menyebut kesalahan salah satu di antara mereka, karena kesalahan mereka itu sedikit, sedangkan kebaikan mereka banyak sekali, dan kesalahannya adalah sebab ijtihadnya yang diampuni oleh Alloh” Kesalahan sahabat tidak boleh disebut, apalagi dikritik. Bahkan para sahabat mendapat privilege tersendiri ketika mereka berijtihad. Jika ijtihad sahabat salah maka itu diampuni Allah. Pagar seperti ini sedemikian sakral, yang melanggar pagar ini dalam bentuk kritik bisa dituduh sesat, kafir dan halal darahnya. Dalam bangunan tasyri’ Islam, sunnah sahabat menjadi satu pilar penting ketiga setelah Al Qur’an dan sunnah. Ibn Qayyim al-Jawziyyah dalam I’lam al-Muwaqqi’in menyebutkan 46 alasan tentang kehujjahan sunnah sahabat. Para imam mazhab Ahl al-Sunnah Maliki, Hanafi, Syafi’I, Hanbali sepakat bahwa qawl sahabat, sunnah sahabat, fatwa sahabat, atau mazhab sahabat –dengan perbedaan sedikit- adalah hujjah. Ustad Jalal menyebutkan ada tiga jenis Sunnah Sahabat: Sunnah Sahabat yang sejalan dengan dan merupakan pelaksanaan dari Sunnah Nabi saw, seperti Tadwin al-Quran, sunnah sahabat yang menggantikan sunnah Nabi seperti sakat tarawih, dan Sunnah Sahabat yang berlawanan dengan Sunnah Nabi seperti kasus Hajji Tamattu’ yang disebutkan oleh Ibn Umar dan Radha’ah al-Kabir seperti yang diuraikan oleh al-Namlah. Pengharaman haji tamattu’ oleh Khalifah Umar ditolak oleh anaknya sendiri karena bertolak belakang dengan sunnah Nabi. Pada zaman Abdullāh bin Zubair, Abdullāh anak ‘Umar memberikan fatwa tentang hajji tamattu’ berdasarkan ayat Al-Quran dan sunnah Rasulullah saw. Orang-orang berkata kepada Ibnu ‘Umar: “Mengapa engkau menentang bapakmu, padahal ia telah melarang haji tamattu’.” Ibnu ‘Umar berkata : أفرسول الله ص أحق أن تتبعوا سنته أو عمر؟ “Manakah yang lebih berhak diikuti: Sunnah Rasulullah saw atau sunnah ‘Umar?” Pada zaman sahabat, telah muncul persoalan mana yang harus didahulukan: Sunnah Rasulullah saw atau Sunnah Sahabat. Ibn Umar memilih sunnah Rasulullah saw, walaupun harus menentang sunnah ayahnya. Sunnah sahabat tentunya berasal dari sahabat. Mereka dianggap tahu aplikasi sunnah Nabi secara presisi karena hidup sezaman dengannya. Mereka juga dianggap sebagai orang-orang adil (yang tak mungkin berbohong atas nama Nabi). Wajarlah kemudian para sahabat dijadikan sebagai rujukan. Namun ternyata itu bukan tanpa pertanyaan dan kritik. Setelah menunjukan adanya sunnah-sunnah sahabat yang bertolak belakang dengan sunnah Nabi, pertanyaan selanjutnya yang sangat menarik adalah tentang latar belakang teologis dan ideologisnya. Adakah para sahabat yang adil itu, mempunyai kepentingan-kepentingan pribadi sehingga meninggalkan sunnah Nabi? Pertanyaan penting inilah yang kemudian menjadi jembatan emas yang mengantarkan pembaca pada misteri wasiat Nabi. Dalam buku ini Ustad Jalal mengemukakan dua kubu besar para sahabat yang sebetulnya juga sudah terjadi sejak zaman Rasulullah saw dan terwarisi hingga saat kini.Kedua kubu itu mewakili dua ideologi berbeda di antara sahabat Nabi saw. Pertama kelompok yang beranggapan bahwa mereka harus mematuhi Nabi saw dalam segala bidang kehidupan, mulai dari akidah, ibadah, sampai bidang sosial-politik. Tidak ada tempat bagi “pendapat” di hadapan “apa yang diturunkan Allah”, tidak adak kepentingan pribadi di hadapan “otoritas Ilahi”, tidak ada ijithad di hadapan “Nash”, tidak ada “rakyu” di hadapan “wahyu”. Kelompok kedua, sebaliknya, menganggap bahwa Nabi saw, tidak harus ditaati secara mutlak. Ia hanya wajib ditaati –menurut sebagian kelompok ini- hanya dalam urusan akidan dan ibadah saja; menurut sebagian lainnya dalam kelompok ini, Nabi saw boleh dibantah bahkan dalam ibadah dan akidah sekalipun, apalagi dalam urusan politik. Siapa saja yang masuk golongan pertama siapa yang masuk dalam golongan kedua, serta apa yang menyebabkan kedua kubu ini terpecah sejak awal? Anda mesti membaca buku ini. Saya ingin bersama anda terkaget-kaget menemukan banyak fakta dan kelambu misteri yang sengaja disembunyikan secara sistematis beratus-ratus tahun. Saya ingin membuka sedikit kelambunya dengan mengutip peristiwa kamis kelabu. “Hari kamis, duhai malangnya hari Kamis,” Kata Ibnu Abbas sampai air matanya mengalis membasahi bebatuan di atas tanah. “Itulah hari di mana Rasulullah saw sakit parah. Ia berkata, “Ambilkan tindan dan kertas, aku tuliskan bagimu tulisan yang kamu tidak akan sesat selamanya.’ Para sahabat Nabi saw bertikai –padahal tidak boleh di hadapan nabi orang bertikai. Berkata ‘Umar, “Sesungguhnya Nabi sa meracau.’ Kemudian ‘Umar berkata, ‘Pada kita ada kitab Allah. Cukuplah bagi kita kitab Allah.’ Maka orang-orang di rumah bertikai. Sebagian ada yang berkata, ‘Ucapan kita sama dengan ucapan Rasulullah.’ Sebagian berkata, ‘ucapan kita sama dengan ucapan ‘Umar.’ Ketika suara bising dan gaduh semakin tak terkendali Rasulullah pun marah dan berkata, ‘pergilah kalian dari hadapanku! Tidak layak di depan Nabi bertengkar.’ Merekapun pergi. Berkata Ibn ‘Abbas, “Setelah itu, kami datang lagi dengan membawa kertas dan tinta, tetapi beliau tidak berkenan menuliskannya bagi kami. Kemudian kami mendengar Rasulullah berkata, ‘Apa yang ada padaku lebih baik daripada apa yang kalian minta kepadaku.’ Kemudian beliau berwasiat tiga hal, “keluarkan orang musyrik dari jazirah Arab, berilah para delegasi sebagaimana yang aku beri kepada mereke.’ Wasiat yang ketiga tidak disebutkan secara misterius, baik karena periwayat hadis diam atau karena dia berkata ‘Aku lupa’. Membaca buku ini harus pelan-pelan dan sabar. Singkirkan dulu sikap konyol saat membacanya sebab buku ini tidak seperti copasan-copasan di dunia maya yang sangat sukar dipertanggungjawabkan. Buku ini dipenuhi dengan data dan fakta ilmiyah yang berhasil dipertahankan dalam ujian doktoral UIN Alauddin Makassar dengan nilai sangat memuaskan (UIN Aluddin, Kamis 15 Januari 2015). Buku ini memang diperuntukan bagi masyarakat secara luas, maka sengaja dibuat secara lebih tipis, jauh dari versi asli disertasinya. Namun ketipisannya tak menghilangkan kekuatan “gigitannya” karena buku ini menyasar pada fondasi dasar tasyrik Islam yang dibentuk dan dijaga sedemikian rupa selama ini. Tak lama lagi akan banyak orang berteriak akibat tergigit buku ini.


Produk Kami Lainnya :